Malaysia yang
dulunya bernama Malaya, merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, setelah
sebelumnya dikuasai Inggris. Di Malaysia sendiri hidup berbagai macam suku dan
bangsa. Ada 3 suku besar yang bermukim di Malaysia, mereka adalah suku Melayu,
Cina, dan India. Kaum Cina dan India banyak mempengaruhi tradisi budaya dan
tradisi bangsa lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara.[1] Masuknya agama
Buddha ke Cina pada abad ke-3 masehi melahirkan kontak perdagangan baru melalui para peziarah Cina yang pada abad ke-5 dan ke-6 memanfaatkan rute-rute perdagangan maritim serta jalan
darat ke India, tanah suci agama mereka. Para tokoh agama yang melakukan
ekpedisi penyebaran agama ini singgah di beberapa tempat dan melakukan hubungan dengan orang-orang
persinggahan mereka, beberapa kawasan seperti Indonesia, Malaka dan Malayapun menjadi bagian dari persinggahannnya.
Wiretno Sikiwir
Sebuah catatan tentang perjalanan, kehidupan, dan pengetahuan
Minggu, 30 September 2018
Rabu, 19 September 2018
Senja Tenggelam di Punggungnya
Remang-remang,
Ku lihat Kameswara berdiri di sudut ruang.
Senja tenggelam di punggungnya.
Cahaya kekuningan itu perlahan-lahan menghilang.
Berbaur dengan peluh di punggungnya yang legam.
Ku peluk erat Kameswaraku.
Kuenyahkan segala sesak di punggungnya.
Ia hanya diam tak melawan.
Barangkali ia tahu, sesak di dadaku telah
menjelma sembilu.
Ia lalu membalikkan badan,
Menghapus goresan gincu di bibirku,
seraya berkata
“Aku pulang”
Jumat, 14 September 2018
Awal Perubahan Diskriminasi Kulit Hitam di Amerika
![]() |
Ilustrasi Lincoln, sang pembebas perbudakan (historia.id) |
perubahan ini berawal
dari adanya peraturan pembebasan budak pada abad ke 19, yang tidak lain
upaya dari Abraham Lincoln untuk membebaskan kulit hitam. berlanjut ketika Perang Dunia II berlangsung, kaum kulit hitam atau Afrika-Amerika sering
melakukan berbagai usaha untuk mengatasi diskriminasi yang terjadi.
Diskriminasi yang terjadi meliputi di berbagai tempat, di bidang militer dan
juga di tempat kerja, dan ruang-ruang sosial lainnya. Selama ini kaum kulit hitam menempati kelas kedua
dalam kehidupan Amerika. Kasus rasial nyata terjadi dimana-mana. Richard Wright
seorang novelis kulit hitam dalam autobiografinya mengatakan bahwa ia didorong
oleh orang kulit putih dan hendak diadu dengan kulit hitam lain untuk dijadikan
hiburan anak-anak kulit putih.
Selasa, 11 September 2018
Teguran di 21 Tahun ku!
Teguran
di 21 Tahun ku!
(Part
1: Diselingkuhin-Hadiah ke Thailand)
Jika ditanya masa-masa tak terlupakan,
Mungkin tahun 2017 kemarin adalah tahun-tahun
yang tak akan terlupakan.
Tahun-tahun yang memuat peristiwa paling
menyedihkan dalam hidup,
Sekaligus pencapaian-pencapaian impian.
Usia ku mungkin memang baru 21 tahun pada 2017.
Allah memberikanku kemudahan dalam menuntut
ilmu.
10 februari 2017, aku sidang. Skripsiku diuji.
Dan aku menepati janjiku pada orang-orang yang kucintai: lulus 3,5 tahun
sebagai mahasiswa berprestasi.
Ya. Selain orangtuaku, saat itu kekasihku
mendampingiku.
Menjadi saksi perjalananku menyelesaikan studi
S1.
Kamis, 03 Mei 2018
Leo Rojas, Aset Indian Yang Tersisa

Beberapa
hari ini, otak dan pikiranku seakan penuh oleh alunan instrument Leo Rojas.
Alunan musiknya lumayan bisa menyegarkan otak yang supek akibat deadline yang
gak manusiawi. Mungkin bagi para pecinta musik instrumental, Leo Rojas sudah
tidak asing lagi. Pria kebangsaan Ekuador ini memang memiliki darah Indian
asli. Tak heran jika alat musik yang dimainkannya seakan memiliki roh. Hidup.
Rabu, 18 April 2018
Untuk Lelaki, Yang Pernah Menjemputku di Stasiun Itu
Di stasiun itu, kau pernah melepasku memelukku sesekali, tanpa tahu kapan aku kembali mengecup keningku, seraya mengumpat waktu "sabar sayang, aku harus kembali ke rantauan", bisikku pelan
di antara riuh para penumpang, kau melambaikan tangan melihatku berdesakan, tanpa tahu kemanakah aku akan pulang "bisakah kita bertemu lagi pekan depan?, teriakmu "aku tak kuat menahan rindu!" aku hanya tersenyum, mengangguk mengiyakan tak sabar menanti pekan depan
di sudut jendela gerbong dua kereta Penataran mataku meremang jauh pada barisan Pawitra di sudut kanan bukankah katamu aku tak tergantikan? ternyata jarak, membuatmu begitu mudah menipu keadaan melupakan segala pahit dan gembira perjalanan yang telah kita bangun sekian lama demi seonggok perempuan, yang entah datang darimana
Kukira, kau mencintaiku tanpa jeda nyatanya, koma membuatmu berhenti begitu lama setelah sekian masa lamanya akhirnya aku tiba pada stasiun itu, tempat kau dulu pernah menjemputku dengan pelukan hangat dan senyum simpulmu aku sampai, tapi tidak untuk rindu-rinduku.
Malang, 2017 Wiretno Sikiwir
Kamis, 12 April 2018
Kampung Arab Tertua di Gresik
Harian Surya edisi Minggu, 8 Maret 2018




Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik terletak di tengah perkampungan penduduk.
Kawasan wisata Makam Malik Ibrahim termasuk kategori kampung dalam kota yang identik dengan budaya Arab/Islam yang dikenal berkat adanya makam Malik Ibrahim.
Salah satunya adalah Kampung Pulopancikan.
Gang-gang dengan deretan rumah berasitektur kuno hingga kolonial menjadi pemandangan unik kampung itu. Kampung Pulopancikan memiliki daya tarik wisata yang kuat bagi Gresik. Daerah itu merupakan salah satu Kampung Arab tertua di Gresik.
Hingga saat ini etnis Arab di Gresik tersebar di dua wilayah. Yang pertama di Kampung Gapuro, Sukolilo, dan satu lagi di Desa Pulopancikan. Letaknya sekitar 500 meter dari makam Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Berdasarkan fakta sejarah, Gresik dikenal sebagai kota pesisir yang ramai dikunjungi pedagang asing. Persinggungan dengan banyak pendatang itu kemudian menjadikan Gresik sebagai salah satu kota pantai utara Pulau Jawa yang terbentuk dan berkembang menjadi suatu kota yang multietnis.
Menurut peneliti Denys Lombard, kebanyakan pedagang yang menetap di pesisir berasal dari wilayah Hadramaut.
Babad Gresik menyebutkan kedatangan para ulama Islam atas perintah Sultan Sadad dari Negeri Gedah untuk menyiarkan Agama Islam sambil berdagang. Peristiwa itu terjadi pada 1293 Saka atau 1371 Masehi.
Menurut penuturan pengurus organisasi Maulana Malik Ibrahim, Kampung Pulopancikan merupakan pemukiman Arab yang berjuang bersama Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk menyebarkan Islam.
Kawasan wisata Makam Malik Ibrahim termasuk kategori kampung dalam kota yang identik dengan budaya Arab/Islam yang dikenal berkat adanya makam Malik Ibrahim.
Salah satunya adalah Kampung Pulopancikan.
Gang-gang dengan deretan rumah berasitektur kuno hingga kolonial menjadi pemandangan unik kampung itu. Kampung Pulopancikan memiliki daya tarik wisata yang kuat bagi Gresik. Daerah itu merupakan salah satu Kampung Arab tertua di Gresik.
Hingga saat ini etnis Arab di Gresik tersebar di dua wilayah. Yang pertama di Kampung Gapuro, Sukolilo, dan satu lagi di Desa Pulopancikan. Letaknya sekitar 500 meter dari makam Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Berdasarkan fakta sejarah, Gresik dikenal sebagai kota pesisir yang ramai dikunjungi pedagang asing. Persinggungan dengan banyak pendatang itu kemudian menjadikan Gresik sebagai salah satu kota pantai utara Pulau Jawa yang terbentuk dan berkembang menjadi suatu kota yang multietnis.
Menurut peneliti Denys Lombard, kebanyakan pedagang yang menetap di pesisir berasal dari wilayah Hadramaut.
Babad Gresik menyebutkan kedatangan para ulama Islam atas perintah Sultan Sadad dari Negeri Gedah untuk menyiarkan Agama Islam sambil berdagang. Peristiwa itu terjadi pada 1293 Saka atau 1371 Masehi.
Menurut penuturan pengurus organisasi Maulana Malik Ibrahim, Kampung Pulopancikan merupakan pemukiman Arab yang berjuang bersama Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk menyebarkan Islam.
Langganan:
Postingan (Atom)
Awal kedatangan Etnis Tionghoa di Malaysia
Malaysia yang dulunya bernama Malaya, merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, setelah sebelumnya dikuasai Inggris. Di Malaysia sendiri hidup...
-
Beberapa hari ini, otak dan pikiranku seakan penuh oleh alunan instrument Leo Rojas. Alunan musiknya lumayan bisa menyegarkan otak yan...
-
LIKU-LIKU TEMBAKAU: MENYINGKAP TRADISI MERETAS ZAMAN Oleh: Wiretno [1] Fitria Marta Sari [2] ABSTRAK Tembakau sudah dikenal s...
-
Di stasiun itu, kau pernah melepasku memelukku sesekali, tanpa tahu kapan aku kembali mengecup keningku, seraya mengumpat waktu ...