Malaysia yang
dulunya bernama Malaya, merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, setelah
sebelumnya dikuasai Inggris. Di Malaysia sendiri hidup berbagai macam suku dan
bangsa. Ada 3 suku besar yang bermukim di Malaysia, mereka adalah suku Melayu,
Cina, dan India. Kaum Cina dan India banyak mempengaruhi tradisi budaya dan
tradisi bangsa lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara.[1] Masuknya agama
Buddha ke Cina pada abad ke-3 masehi melahirkan kontak perdagangan baru melalui para peziarah Cina yang pada abad ke-5 dan ke-6 memanfaatkan rute-rute perdagangan maritim serta jalan
darat ke India, tanah suci agama mereka. Para tokoh agama yang melakukan
ekpedisi penyebaran agama ini singgah di beberapa tempat dan melakukan hubungan dengan orang-orang
persinggahan mereka, beberapa kawasan seperti Indonesia, Malaka dan Malayapun menjadi bagian dari persinggahannnya.
Peziarah lainnya Yijing (atau I Tsing)
mencapai Langkasuka di Semenanjung Malaya pada 692. Perjalanan para Peziarah
ini telah mengubah kota –kota pelabuhan Sumatera menjadi pusat pembelajaran
Sansekerta dari hal inilah para Pendeta ataupun Peziarah singgah, dari
persinggahannya tersebut di iringi untuk mendorong meningkatnya potensi
perdagangan yang terjalin antara Cina dan Asia Tenggara. Dari hal ini terjalin
sebuah hubungan dekat dengan dua kawasan tersebut, hal ini di buktikan dengan
saling berkujungnya Cina dan Asia Tenggara ke masing-masing tempat mereka,
missal saja Asia Tenggara mengunjungi Cina denagn membawa Upeti dan kemudian
orang-oarang Cina membalas upeti mereka denagna hadiah-hadiah dari para raja
Cina. Sehingga dapat di katakan bahwa hubungan yang terjalin dengan keduanya
dalam hal perdagangan ini saling menguntungkan keduanya sebab misi dari
masing-masing wilayah memilki kesamaan. Pengiriman upeti ataupun hadiah dari
waktu ke waktu terus berubah seiring dengan kebijakan para raja yang
memerintah.
Cina telah sejak
lama dikenal dengan perdagangannya yang maju, didukung dengan sumber daya alam
juga sumber daya manusianya. Orang-orang Cina memperluas jangkauan
perdagangannya nyaris ke seluruh belahan dunia. Di kemudian hari Cina dilanda
peperangan yang berkepanjangan yang menyebabkan kelaparan dan kematian
dimana-mana, yang akhirnya memaksa orang-orangnya mencari perlindungan di luar
daerahnya. Kawasan Asia tenggara menjadi salah satu tujuan pelarian orang-orang
Cina tersebut. Di Asia Tenggara sendiri Indonesia, Singapura dan Malaysia
menjadi tujuan yang paling diincar oleh mereka.
Sebenarnya, interaksi antara Malaya
dan Cina sudah berlangsung dengan lama. Salah satu teori mengenai proses kedatangan etnis Tionghoa
di Malaysia adalah ketika berkembangnya kerajaan–kerajaan Melayu Hindu. Pada
masa ini, raja – raja Melayu yang saat itu masih beragama Hindu akibat pengaruh
dominasi kerajaan – kerajaan Nusantara sudah menjalin interaksi dan berbagai
kerjasama dengan kerajaan-kerajaan Cina, yaitu diperkirakan pada abad 9 M.
Namun belum ada sumber yang menjelaskan apakah kerjasama ini mengakibatkan menetapnya
orang-orang Cina tersebut di Malaya. Gelombang berikutnya
ditengarai dengan Ekspansi
perdagangan Cina di Asia Tenggara dimulai pada abad ke -15, dipimpin oleh
Laksamana Cheng Ho. Misi muhibah Cheng Ho yang mengunjungi kerajaan Samudera
Pasai, beliau juga melewati jalur – jalur laut Malaya, namun belum banyak
sumber yang menyatakan bahwa saat itu rombongan Cheng Ho sebagian ada yang
menetap.
Teori
berikutnya yaitu terkait kedatangan Islam ke wilayah Nusantara dan hubungan
awal dengan orang-orang Barat (Portugis dan Belanda) serta dengan orang Cina.
Proses ini terjadi pada awal-awal abad selepas Masehi hingga abad ke-16, satu
jangka masa yang panjang dan prosesnya terjadi perlahan-lahan. Pada waktu itu
orang-orang yang berhijrah ke negeri-negeri Melayu berasal dari Sumatera
terutama orang Minangkabau. Mereka kebanyakan datang ke Malaka, suatu kerajaan
yang makmur di bawah Kesultanan Melayu Malaka. Pada waktu yang sama sejumlah
kecil orang Cina dan India telah datang dan tinggal menetap di Malaka.
Kebanyakan dari mereka adalah pedagang.
Pada proses
ini terjadi perkawinan campur dan asimilasi budaya antara pendatang dan
penduduk setempat, perkawinan campur terjadi tidak hanya terbatas di kalangan
rakyat biasa tetapi juga berlaku di kalangan penguasa, misalnya pernikahan
antara Sultan Mansyur Syah dengan Puteri Hang Li Po dari negeri Cina. Hasil
dari perkawinan campur dan asimilasi budaya antara kebudayaan para pendatang
dan kebudayaan setempat, telah melahirkan keturunan Baba dan Nyonya. Keturunan
itu masih ada sampai sekarang terutama di Malaka dan Pulau Pinang. Pada tahap
ini juga ada sejumlah kecil orang India dan Cina di Sarawak dan Sabah.[2]
Awalnya orang Cina
datang ke Malaya untuk berdagang dan belajar tentang agama di abad ke-18.[3] Mereka yang bermigrasi menjadi
signifikan pada abad ke 18 khususnya pada masa penjajahan Inggris untuk mencari
rezeki. Orang-orang Cina mulai memasuki Malaysia seiring dengan
migrasi besar-besaran yang mereka lakukan ke Malaysia di abad 19.[4]
Jauh sebelum abad ke-18, Melayu dan Cina telah menjalin kerjasama sejak abad
ke-4. Kedatangan orang Cina di Malaysia dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
antara lain kelaparan, lonjakan jumlah penduduk, bencana alam, peperangandan juga penindasan
tuan milik tanah, serta faktor ekonomi[5]
Seiring
berjalannya waktu, orang-orang Cina ini memiliki pengaruh juga dalam kehidupan
bermasyarakat di Malaysia. Mereka telah berbaur dengan penduduk Melayu dan
menjalankan kehidupan sosial bersama. Orang-orang Cina yang berada di Malaysia
juga melakukan kegiatan ekonomi.Begitu banyak macam kegiatan ekonomi yang di lakukan oleh orang Cina untk mempertahanaka
hidup. Sifat keuletan yang dimilki oleh orang Cina tersebut, membuat
orang-orang Cina di percayai untuk menjalankan pekerjaan yang di berikan dari
orang-orang Eropa. Berbagai catatan sejarah tentang Cina
di Asia Tenggara dalam persinggahanke belahan dunia dalam bidang perdagangan,
yang sebgaimana telah di ungkapkan di atas di kawasan asia Tenggara telah
menjadi saksi bisu hubungan yang
terjalin di antara keduanya.
[1]
Abdullah, Abdul Rahman Haji, Penjajahan Malaysia ; Cabaran dan Warisannya,
(Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.xv.
[2] T.G.Mc Gee, 1965. “Population: A
Preliminary Analysis”, Malaysia:
A Survey . London, Frederick
A Preager, hlm.69-72
[3]LEE YOK FEE, Kajian Tentang
Identiti Orang Cina di Malaysiadari Segi Epistemologi : Ulasan, dalam Laporan Penyelidikan, Sari
27 (2009) 167-183, hlm. 168
[4]LEE
YOK FEE, Kedinamikan
Kecinaan dan Identiti Orang Cina di Malaysia, dalam Laporan
Penyelidikan, Sari
22 (2004) 167-181, hlm. 168
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tambahkan komentar