Teguran
di 21 Tahun ku!
(Part
1: Diselingkuhin-Hadiah ke Thailand)
Jika ditanya masa-masa tak terlupakan,
Mungkin tahun 2017 kemarin adalah tahun-tahun
yang tak akan terlupakan.
Tahun-tahun yang memuat peristiwa paling
menyedihkan dalam hidup,
Sekaligus pencapaian-pencapaian impian.
Usia ku mungkin memang baru 21 tahun pada 2017.
Allah memberikanku kemudahan dalam menuntut
ilmu.
10 februari 2017, aku sidang. Skripsiku diuji.
Dan aku menepati janjiku pada orang-orang yang kucintai: lulus 3,5 tahun
sebagai mahasiswa berprestasi.
Ya. Selain orangtuaku, saat itu kekasihku
mendampingiku.
Menjadi saksi perjalananku menyelesaikan studi
S1.
.
.
Sungguh. Saat itu, aku sangat mencintainya.
Takut kehilangannya.
Ia tahu itu. Sangat tahu.
Bahkan ia juga sangat tahu, ambisiku untuk
menjadi yang terbaik.
Hanya untuk membuktikan padanya, bahwa aku tidak
main-main dengan masa depanku. Masa depan “kita”.
Setiap kesalahan yang ia lakukan, aku memafkannya
dengan lapang dada. Sekalipun ia pernah berbuat dan berkata kasar padaku.
Ia tahu. Satu hal yang tak bisa ku terima dalam hubungan
kami adalah Perselingkuhan.
Ketakutan terbesarku dalam hubungan kami, benar
adanya.
Suatu waktu ku dapati ia berubah. Ia
perlahan-lahan menjadi asing.
Ia yang selalu mencariku, berhari-hari seakan
menghilang.
Sekalipun aku mengalami sakit dan kecelakaan.
Saat ini, bertepatan dengan kesibukannya dalam
Kuliah Lapangan di Jakarta-Jogja.
Ia bahkan tak pernah bertukar kabar.
Firasatku, ia sedang bersama orang lain. Sedang
berbahagia mungkin.
Dan benar saja, dia sedang ada “main” dengan
teman sekelasnya. Yang menemaninya saat di bus. Tidur di pundaknya.
Bercengkrama bersama. Saat teman-temannya menjauhi mereka, karena
teman-temannya hampir semua mengenalku.
Teman-temannya membuka fakta yang membuatku
kaget. Membuatku tidak nafsu makan selama beberapa hari.
Kuputuskan untuk menyelidiki sendiri.
Aku hanya diam. Dia juga diam.
Ku putuskan untuk meminta kejelasan.
“Aku mencintaimu dan mencintainya”, jawabnya
singkat.
Aku memakinya. Mengumpatnya. Dan segala amarah
serta rasa tidak terimaku, kuluapkan semuanya.
Dan ia sama saja. Membela perempuan barunya.
Kami hanya berbincang melalui wasap.
Ia mebiarkanku terpuruk berhari-hari. Tanpa
kejelasan. Tanpa keterangan. Atau setidaknya ia mendatangiku langsung.
Menenagkanku. Dan menjelaskan segalanya. Iya. Dia hanya berani berbicara
melalui teks yang diketik di wasap.
.
Setelah berminggu-minggu ia memberanikan diri
mendatangiku.
Meskipun masih belum dapat kuterima segala
penjelasannya.
Aku luluh saat melihatnya.
Melihat kekasihku untuk pertamakalinya setelah
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Ia akhirnya datang. Meskipun tidak sampai empat
puluh menit.
Ia memutuskan untuk langsung kembali ke Malang.
Kedatangannya ke Surabaya yang hanya beberapa
menit saja itu tidak merubah apapun.
Kita tetap menjadi asing. Kaku.
Tak ada cerita-cerita lagi yang dapat kita
cerotikan sehari-hari.
Dengan segala kemampuan intelegensiaku, aku
mencari fakta-fakta lagi.
Dan menemukan bukti baru yang jauh lebih
mengejutkan.
(hanya dia dan aku saja yang tahu).
Ada perempuan yang lain lagi.
Yang ia goda. Entah ia atau si perempuan jalang
itu yang berperan sebagai penggoda.
Mulai saat itu aku tahu.
Aku mungkin tidak mampu lagi menerimanya.
Aku telah merasa seperti sampah.
Terbuang. Tanpa sedikitpun ia perjuangkan.
April 2017.
Saat itu, aku dan dia benar-benar menjadi asing.
Ia tak pernah lagi mendatangiku. Atau setidaknya
meminta maaf langsung padaku.
Apa dia menyesal?
Aku tidak tahu. Sepertinya tidak.
Seseorang yang dulu kubangga-banggakan sebagai
ksatria kini menjelma pecundang. Sebenar-benarnya pecundang.
Ia terus saja menjalin hubungan dengan perempuan
lain. Teman sekelasnya, yang pernah ku kenal dulu.
Tanpa sedikitpun merasa bersalah.
Tanpa sedikitpun memikirkan segala perjanalanan
dan pengorbananku agar menjadi pantas untuknya.
Dan si perempuan?
Ia bahkan juga tidak meminta maaf langsung
padaku.
Hanya formalitas melalui pesan, tanpa merasa
bersalah.
Iya. Di usia 21 tahunku, Allah menegurku.
Ia menyadarkanku bahwa aku sangat bodoh.
Bodoh karena percaya pada lelaki yang sangat
kupercaya.
Menyerahkan segalanya.
Bergelimang pada dosa.
Iya. Di usai 21 tahunku, aku diselingkuhin.
Dianggap sampah oleh seseorang yang ku
perjuangkan,
saat teman-teman dan orang lain di luar sana
selalu melindungi dan mengagumiku.
.
Aku benar-benar merasa bodoh.
Aku tidak kalah. Aku hanya merasa sia-sia jika
harus memperjuangkan kembali seseorang yang telah menganggapku sampah.
Dia menyakitiku saat aku sedang berada di bawah.
Saat aku sedang sakit.
Saat aku sibuk dan membutuhkan dukungan untuk
mengurus persayaratan yudisiumku,
Saat aku benar-benar harus membanting tulang
mencari rupiah.
Dan yang paling menyedihkan, saat aku tahu bahwa
Bapakku sedang sakit keras.
Apa aku mengaharapkan penyesalannya?
Apa aku masih membutuhkan ungkapan maaf darinya?
Sepertinya tidak. Itu tak akan membantuku sama
sekali.
Itulah awal titik rendahku.
.
Hingga pada akhirnya, aku sedikit menemukan
jalan untuk “kembali”.
Aku yang merasa bodoh dan hina ini, menuangkan
segala amarah dan kekesalan pada tulisan.
Entah essai maupun tulisan ilmiah.
Allah kembali membukakan jalan untukku.
Secara berturut-turut,
Ia memberikanku kesempatan untuk berangkat ke
Thailand.
Dengan bonus jalan-jalan ke Malaysia.
*(Perjalanan Malaysia-Thailand akan dibahas di
part lainnya).
Aku menyadari suatu hal, Ia akan menunjukan
pertolongannya saat kita benar-benar berserah pada-Nya,
saat kita benar-benar ingin kembali.
Allah memberiku hadiah lagi.
Aku menjadi satu-satunya delegasi perempuan
perwakilan Jawa Timur dalam ekspedisi jalur rempah RI di Maluku.
Ekspedisi bergengsi di negeri ini.
.
Allah memberiku bertubi-tubi kejutan agar aku
belajar.
Agar aku bersyukur.
Terkadang, Allah mematahkan hati kita hanya
untuk menyelamatkan kita dari orang yang salah.
Aku percaya akan pembalasan-Nya.
Tetapi aku sedikitpun tidak pernah meminta
pembalasannya untuknya.
Aku hanya ingin, agar aku menjadi perempuan
terakhir yang disakitinya.
Allah menjadikanku tangguh.
Ketika diinjak, Allah akan menunjukkan cara
padaku untuk melompat lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tambahkan komentar