Selasa, 11 September 2018

Teguran di 21 Tahun ku!


Teguran di 21 Tahun ku!
(Part 1: Diselingkuhin-Hadiah ke Thailand)


Jika ditanya masa-masa tak terlupakan,
Mungkin tahun 2017 kemarin adalah tahun-tahun yang tak akan terlupakan.
Tahun-tahun yang memuat peristiwa paling menyedihkan dalam hidup,
Sekaligus pencapaian-pencapaian impian.

Usia ku mungkin memang baru 21 tahun pada 2017.
Allah memberikanku kemudahan dalam menuntut ilmu.
10 februari 2017, aku sidang. Skripsiku diuji. Dan aku menepati janjiku pada orang-orang yang kucintai: lulus 3,5 tahun sebagai mahasiswa berprestasi.
Ya. Selain orangtuaku, saat itu kekasihku mendampingiku.
Menjadi saksi perjalananku menyelesaikan studi S1.

.
.
Sungguh. Saat itu, aku sangat mencintainya.
Takut kehilangannya.
Ia tahu itu. Sangat tahu.
Bahkan ia juga sangat tahu, ambisiku untuk menjadi yang terbaik.
Hanya untuk membuktikan padanya, bahwa aku tidak main-main dengan masa depanku. Masa depan “kita”.
Setiap kesalahan yang ia lakukan, aku memafkannya dengan lapang dada. Sekalipun ia pernah berbuat dan berkata kasar padaku.
Ia tahu. Satu hal yang tak bisa ku terima dalam hubungan kami adalah Perselingkuhan.


Ketakutan terbesarku dalam hubungan kami, benar adanya.
Suatu waktu ku dapati ia berubah. Ia perlahan-lahan menjadi asing.
Ia yang selalu mencariku, berhari-hari seakan menghilang.
Sekalipun aku mengalami sakit dan kecelakaan.
Saat ini, bertepatan dengan kesibukannya dalam Kuliah Lapangan di Jakarta-Jogja.
Ia bahkan tak pernah bertukar kabar.
Firasatku, ia sedang bersama orang lain. Sedang berbahagia mungkin.
Dan benar saja, dia sedang ada “main” dengan teman sekelasnya. Yang menemaninya saat di bus. Tidur di pundaknya. Bercengkrama bersama. Saat teman-temannya menjauhi mereka, karena teman-temannya hampir semua mengenalku.
Teman-temannya membuka fakta yang membuatku kaget. Membuatku tidak nafsu makan selama beberapa hari.
Kuputuskan untuk menyelidiki sendiri.
Aku hanya diam. Dia juga diam.


Ku putuskan untuk meminta kejelasan.
“Aku mencintaimu dan mencintainya”, jawabnya singkat.
Aku memakinya. Mengumpatnya. Dan segala amarah serta rasa tidak terimaku, kuluapkan semuanya.
Dan ia sama saja. Membela perempuan barunya.
Kami hanya berbincang melalui wasap.
Ia mebiarkanku terpuruk berhari-hari. Tanpa kejelasan. Tanpa keterangan. Atau setidaknya ia mendatangiku langsung. Menenagkanku. Dan menjelaskan segalanya. Iya. Dia hanya berani berbicara melalui teks yang diketik di wasap.
.
Setelah berminggu-minggu ia memberanikan diri mendatangiku.
Meskipun masih belum dapat kuterima segala penjelasannya.
Aku luluh saat melihatnya.
Melihat kekasihku untuk pertamakalinya setelah berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Ia akhirnya datang. Meskipun tidak sampai empat puluh menit.
Ia memutuskan untuk langsung kembali ke Malang.


Kedatangannya ke Surabaya yang hanya beberapa menit saja itu tidak merubah apapun.
Kita tetap menjadi asing. Kaku.
Tak ada cerita-cerita lagi yang dapat kita cerotikan sehari-hari.
Dengan segala kemampuan intelegensiaku, aku mencari fakta-fakta lagi.
Dan menemukan bukti baru yang jauh lebih mengejutkan.
(hanya dia dan aku saja yang tahu).
Ada perempuan yang lain lagi.
Yang ia goda. Entah ia atau si perempuan jalang itu yang berperan sebagai penggoda.
Mulai saat itu aku tahu.
Aku mungkin tidak mampu lagi menerimanya.
Aku telah merasa seperti sampah.
Terbuang. Tanpa sedikitpun ia perjuangkan.


April 2017.
Saat itu, aku dan dia benar-benar menjadi asing.
Ia tak pernah lagi mendatangiku. Atau setidaknya meminta maaf langsung padaku.
Apa dia menyesal?
Aku tidak tahu. Sepertinya tidak.
Seseorang yang dulu kubangga-banggakan sebagai ksatria kini menjelma pecundang. Sebenar-benarnya pecundang.
Ia terus saja menjalin hubungan dengan perempuan lain. Teman sekelasnya, yang pernah ku kenal dulu.
Tanpa sedikitpun merasa bersalah.
Tanpa sedikitpun memikirkan segala perjanalanan dan pengorbananku agar menjadi pantas untuknya.
Dan si perempuan?
Ia bahkan juga tidak meminta maaf langsung padaku.
Hanya formalitas melalui pesan, tanpa merasa bersalah.


Iya. Di usia 21 tahunku, Allah menegurku.
Ia menyadarkanku bahwa aku sangat bodoh.
Bodoh karena percaya pada lelaki yang sangat kupercaya.
Menyerahkan segalanya.
Bergelimang pada dosa.
Iya. Di usai 21 tahunku, aku diselingkuhin.
Dianggap sampah oleh seseorang yang ku perjuangkan,
saat teman-teman dan orang lain di luar sana selalu melindungi dan mengagumiku.
.
Aku benar-benar merasa bodoh.
Aku tidak kalah. Aku hanya merasa sia-sia jika harus memperjuangkan kembali seseorang yang telah menganggapku sampah.
Dia menyakitiku saat aku sedang berada di bawah.
Saat aku sedang sakit.
Saat aku sibuk dan membutuhkan dukungan untuk mengurus persayaratan yudisiumku,
Saat aku benar-benar harus membanting tulang mencari rupiah.
Dan yang paling menyedihkan, saat aku tahu bahwa Bapakku sedang sakit keras.
Apa aku mengaharapkan penyesalannya?
Apa aku masih membutuhkan ungkapan maaf darinya?
Sepertinya tidak. Itu tak akan membantuku sama sekali.
Itulah awal titik rendahku.
.
Hingga pada akhirnya, aku sedikit menemukan jalan untuk “kembali”.
Aku yang merasa bodoh dan hina ini, menuangkan segala amarah dan kekesalan pada tulisan.
Entah essai maupun tulisan ilmiah.


Allah kembali membukakan jalan untukku.
Secara berturut-turut,
Ia memberikanku kesempatan untuk berangkat ke Thailand.
Dengan bonus jalan-jalan ke Malaysia.
*(Perjalanan Malaysia-Thailand akan dibahas di part lainnya).
Aku menyadari suatu hal, Ia akan menunjukan pertolongannya saat kita benar-benar berserah pada-Nya,
saat kita benar-benar ingin kembali.
Allah memberiku hadiah lagi.
Aku menjadi satu-satunya delegasi perempuan perwakilan Jawa Timur dalam ekspedisi jalur rempah RI di Maluku.
Ekspedisi bergengsi di negeri ini.
.
Allah memberiku bertubi-tubi kejutan agar aku belajar.
Agar aku bersyukur.
Terkadang, Allah mematahkan hati kita hanya untuk menyelamatkan kita dari orang yang salah.
Aku percaya akan pembalasan-Nya.
Tetapi aku sedikitpun tidak pernah meminta pembalasannya untuknya.
Aku hanya ingin, agar aku menjadi perempuan terakhir yang disakitinya.
Allah menjadikanku tangguh.
Ketika diinjak, Allah akan menunjukkan cara padaku untuk melompat lebih tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tambahkan komentar

Awal kedatangan Etnis Tionghoa di Malaysia

Malaysia yang dulunya bernama Malaya, merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, setelah sebelumnya dikuasai Inggris. Di Malaysia sendiri hidup...