Selasa, 19 Desember 2017

Membangun Identitas Moral Bangsa Melalui Budaya



SEJARAH DAN PERADABAN:
MEMBANGUN IDENTITAS MORAL BANGSA MELALUI BUDAYA
Oleh:
Wiretno, S.Hum

A.    PENDAHULUAN
Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beberapa etnis dan kebudayaan. Berbicara mengenai kebudayaan, hal ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari sebuah hubungan komunal dan sistem serta pola-pola yang berlaku pada masyarakat. Kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Hal ini juga didukung oleh pendapat Koentjaraningrat yang mengidentifikasikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekerti (Koentjaraningrat, 2000:2)

Kebudayaan Jawa merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang telah lama berkembang dari sekitar abad 8 M hingga hingga saat ini. Dari kurun waktu yang cukup lama itu menjadikan kebudayaan Jawa sangat beraneka ragam dari berbagai segi (Murtafiah, 2010:2). Keanekaragaman tersebut dapat dilihat dari berbagai tinggalan seperti artefak, arsitektur, sistem perhitungan, sistem perbintangan, sistem upacara, kesenian, bahasa hingga religi. Sejarawan sepakat bahwa ‘keanekaragaman’ yang dimiliki oleh kerajaan kuno di nusantara dahulu dapat hidup secara harmonis dan menjadikan kerajaan tersebut mencapai puncak peradabannya. Hal ini nampak pada berbagai simbolisme yang dituangkan dalam bermacam-macam arsitektur dan kebudayaan seperti pembangunan candi Jawi yang merupakan simbol dua agama besar saat itu, candi-candi peninggalan Majapahit yang memiliki corak campuran antara kepercayaan Hindhu dan Budha serta beragam karya sastra.

Tulisan ini bertujuan untuk membangun kesadaran akan pentingnya identitas bangsa untuk membangun kembali peradaban bangsa. Akhir-akhir ini banyak sekali fenomena berkurangnya “adab” di negeri ini. Padahal untuk membangun negara, dibutuhkan komponen penting berupa bangsa yang “beradab”, salah satunya dengan mempelajari sejarah bangsa dan pelestarian kebudayaan untuk memperkuat nasionalisme dan identitas bangsa.
B.     SEJARAH DAN IDENTITAS BANGSA: KUNCI PEMBANGUNAN BANGSA
Acuhnya pemuda terhadap sejarah bangsanya sendiri tanpa disadari akan membuat Indonesia terjajah kembali. Seperti pepatah fenomenal yang dilontarkan Juri Lina dalam Architects of Deception , Ada tiga cara atau langkah untuk melemahkan dan menjajah sebuah bangsa. Pertama, kaburkan sejarahnya; kedua, hancurkan bukti – bukti sejarah bangsa itu sehingga tidak bisa diteliti dan dibuktikan sejarahnya; ketiga, putuskan hubungan mereka dengan mengatakan bahwa leluhur itu bodoh dan primitif. Indonesia telah melakukan ketiganya, melalui penerus bangsanya sendiri. 

            Kesadaran identitas atau jati diri sebagai suatu bangsa hanya bisa terbentuk bila seseorang memperoleh informasi yang akurat tentang sejarah bangsanya. Dalam kasus Indonesia, bangsa Indonesia sepatutnya memahami siapa dirinya (Suparno, 1995: 2). Kemampuan suatu bangsa memahami dirinya, keterkaitannya dengan hal – hal yang membangun jati dirinya serta dimana kedudukannya dalam konteks kehidupan bangsa – bangsa lain, akan menentukan harkat bangsa tersebut. Pemahaman tersebut tidak akan terjadi dengan sendirinya. Dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah (Prof. Dr. Kuntowijoyo, 1995) menjelaskan bahwa guna sejarah selain sebagai ilmu juga sebagai cara mengetahui masa lampau, sehingga tidak hanya secara individu yang dapat mengaplikasikannya namun juga pada suatu Negara.
Pada era kejayaan kerajaan nusantara, para penguasa kerajaan percaya bahwa identitas luhur nenek moyang yang telah diwariskan secara turun temurun adalah kunci untuk membangun sebuah peradaban. Lantas kini, mengapa sebagian besar dari penduduk Indonesia bangga memakai atribut-atribut asing sebut saja Amerika sebagai negara adidaya daripada mengakui diri sebagai bagian dari orang Indonesia (suku Jawa, Sunda, Dll). Jika ditinjau secara historis, Amerika adalah negeri para koloni dari Eropa. Pribumi asli disana tidak mempu mempertahankan tanah moyangnya yang merupakan tempat hidup dan membangun peradaban. Kegagalan pribumi Amerika seperti suku Maya, Inka, Aztek untuk mempertahankan tanahnya tidak terlepas dari faktor hilangnya identitas dan nasionalisme para pribumi tersebut.
Padahal, proses kolonialisasi di Amerika dahulu sezaman dengan kolonisasi di Indonesia. Hendaknya kita perlu bangga akan ketangguhan dan keteguhan para moyang yang telah berhasil mengusir koloni Eropa di nusantara hingga Hindia Belanda saat itu. Hal ini tidak terlepas dari kearifan lokal para pendahulu yang menjunjung tinggi nilai-nilai sejarah dan budaya serta “kecintaan lebih” pada tanah ini. Meski dipandang primitif oleh para penjajah, nyatanya para koloni Eropa tersebut tidak mampu menguasai negeri ini selamanya dan hingga kini kita masih berdiri sebagai orang Jawa, Sumatera, Sunda, Papua, dll.
Sulit dibayangkan jika moyang kita lupa akan kesadaran identitas bangsa dan budaya, bisa jadi kini nasib Indonesia akan sama dengan orang-orang Maya, Inka, dan Aztek yang hingga kini populasi para penjajah atau koloni dari Eropa yang menyebut diri sebagai “American” sebanyak lebih dari 80 persen dan menyisakan kisah Indian sebagai cerita “keprimitivan” yang menghambat revolusi industry disana.
C.    KESIMPULAN
Perlu adanya revitalisasi peninggalan sejarah dan pelestarian budaya sebagai komponen utama untuk menumbuhkan nasionalisme dan kesadaran akan identitas bangsa. Hal ini dapat terlaksana jika adanya dukungan penuh para pemimpin negara dan masyarakat serta mengintegrasikan nilai-nilai sejarah dan budaya dalam sistem pendidikan Indonesia, yang saat ini hanya sebatas muatan lokal dan pelajaran pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tambahkan komentar

Awal kedatangan Etnis Tionghoa di Malaysia

Malaysia yang dulunya bernama Malaya, merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, setelah sebelumnya dikuasai Inggris. Di Malaysia sendiri hidup...