SEJARAH DAN PERADABAN:
MEMBANGUN IDENTITAS MORAL BANGSA
MELALUI BUDAYA
Oleh:
Wiretno,
S.Hum
A.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah sebuah negara yang
terdiri dari beberapa etnis dan kebudayaan. Berbicara mengenai kebudayaan, hal
ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari sebuah hubungan komunal dan sistem
serta pola-pola yang berlaku pada masyarakat. Kebudayaan berasal dari kata budh
dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi budhi (tunggal)
atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran
atau akal manusia. Hal ini juga didukung oleh pendapat Koentjaraningrat yang
mengidentifikasikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia
yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekerti
(Koentjaraningrat, 2000:2)
Kebudayaan Jawa merupakan bagian dari kebudayaan
Indonesia yang telah lama berkembang dari sekitar abad 8 M hingga hingga saat
ini. Dari kurun waktu yang cukup lama itu menjadikan kebudayaan Jawa sangat
beraneka ragam dari berbagai segi (Murtafiah, 2010:2). Keanekaragaman tersebut
dapat dilihat dari berbagai tinggalan seperti artefak, arsitektur, sistem
perhitungan, sistem perbintangan, sistem upacara, kesenian, bahasa hingga
religi. Sejarawan sepakat bahwa ‘keanekaragaman’ yang dimiliki oleh kerajaan
kuno di nusantara dahulu dapat hidup secara harmonis dan menjadikan kerajaan
tersebut mencapai puncak peradabannya. Hal ini nampak pada berbagai simbolisme
yang dituangkan dalam bermacam-macam arsitektur dan kebudayaan seperti
pembangunan candi Jawi yang merupakan simbol dua agama besar saat itu,
candi-candi peninggalan Majapahit yang memiliki corak campuran antara
kepercayaan Hindhu dan Budha serta beragam karya sastra.
Tulisan ini
bertujuan untuk membangun kesadaran akan pentingnya identitas bangsa untuk
membangun kembali peradaban bangsa. Akhir-akhir ini banyak sekali fenomena
berkurangnya “adab” di negeri ini. Padahal untuk membangun negara, dibutuhkan
komponen penting berupa bangsa yang “beradab”, salah satunya dengan mempelajari
sejarah bangsa dan pelestarian kebudayaan untuk memperkuat nasionalisme dan
identitas bangsa.
B. SEJARAH
DAN IDENTITAS BANGSA: KUNCI PEMBANGUNAN BANGSA
Acuhnya pemuda terhadap sejarah bangsanya sendiri tanpa disadari
akan membuat Indonesia terjajah kembali. Seperti pepatah fenomenal yang
dilontarkan Juri Lina dalam Architects of Deception ,
Ada tiga cara atau langkah untuk melemahkan dan
menjajah sebuah bangsa. Pertama, kaburkan sejarahnya; kedua, hancurkan bukti –
bukti sejarah bangsa itu sehingga tidak bisa diteliti dan dibuktikan
sejarahnya; ketiga, putuskan hubungan mereka dengan mengatakan bahwa leluhur
itu bodoh dan primitif. Indonesia telah melakukan ketiganya, melalui penerus
bangsanya sendiri.
Kesadaran identitas atau jati diri sebagai suatu bangsa
hanya bisa terbentuk bila seseorang memperoleh informasi yang akurat tentang
sejarah bangsanya. Dalam kasus Indonesia, bangsa Indonesia sepatutnya memahami
siapa dirinya (Suparno, 1995: 2). Kemampuan suatu bangsa memahami dirinya,
keterkaitannya dengan hal – hal yang membangun jati dirinya serta dimana
kedudukannya dalam konteks kehidupan bangsa – bangsa lain, akan menentukan
harkat bangsa tersebut. Pemahaman tersebut tidak akan terjadi dengan
sendirinya. Dalam buku Pengantar
Ilmu Sejarah (Prof. Dr. Kuntowijoyo, 1995) menjelaskan bahwa guna sejarah selain sebagai ilmu juga sebagai cara
mengetahui masa lampau, sehingga tidak hanya secara individu yang dapat
mengaplikasikannya namun juga pada suatu Negara.
Pada era
kejayaan kerajaan nusantara, para penguasa kerajaan percaya bahwa identitas
luhur nenek moyang yang telah diwariskan secara turun temurun adalah kunci
untuk membangun sebuah peradaban. Lantas kini, mengapa sebagian besar dari
penduduk Indonesia bangga memakai atribut-atribut asing sebut saja Amerika
sebagai negara adidaya daripada mengakui diri sebagai bagian dari orang
Indonesia (suku Jawa, Sunda, Dll). Jika ditinjau secara historis, Amerika
adalah negeri para koloni dari Eropa. Pribumi asli disana tidak mempu
mempertahankan tanah moyangnya yang merupakan tempat hidup dan membangun
peradaban. Kegagalan pribumi Amerika seperti suku Maya, Inka, Aztek untuk
mempertahankan tanahnya tidak terlepas dari faktor hilangnya identitas dan nasionalisme
para pribumi tersebut.
Padahal,
proses kolonialisasi di Amerika dahulu sezaman dengan kolonisasi di Indonesia.
Hendaknya kita perlu bangga akan ketangguhan dan keteguhan para moyang yang
telah berhasil mengusir koloni Eropa di nusantara hingga Hindia Belanda saat
itu. Hal ini tidak terlepas dari kearifan lokal para pendahulu yang menjunjung
tinggi nilai-nilai sejarah dan budaya serta “kecintaan lebih” pada tanah ini.
Meski dipandang primitif oleh para penjajah, nyatanya para koloni Eropa tersebut
tidak mampu menguasai negeri ini selamanya dan hingga kini kita masih berdiri
sebagai orang Jawa, Sumatera, Sunda, Papua, dll.
Sulit
dibayangkan jika moyang kita lupa akan kesadaran identitas bangsa dan budaya,
bisa jadi kini nasib Indonesia akan sama dengan orang-orang Maya, Inka, dan
Aztek yang hingga kini populasi para penjajah atau koloni dari Eropa yang
menyebut diri sebagai “American” sebanyak lebih dari 80 persen dan menyisakan
kisah Indian sebagai cerita “keprimitivan” yang menghambat revolusi industry
disana.
C. KESIMPULAN
Perlu
adanya revitalisasi peninggalan sejarah dan pelestarian budaya sebagai komponen
utama untuk menumbuhkan nasionalisme dan kesadaran akan identitas bangsa. Hal
ini dapat terlaksana jika adanya dukungan penuh para pemimpin negara dan
masyarakat serta mengintegrasikan nilai-nilai sejarah dan budaya dalam sistem
pendidikan Indonesia, yang saat ini hanya sebatas muatan lokal dan pelajaran
pilihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tambahkan komentar