Analisis Historis “Serat
Babad Kadhiri” dalam Perspektif Kultural
Oleh:
WIRETNO/
121311433018
Ilmu Sejarah/ Universitas Airlangga
Setiap daerah di Indonesia tentunya
memiliki naskah babad yang menjadi sumber penulisan sejarah – sejarah lokal
daerah tersebut. Naskah Babad adalah sebuah karya untuk menanamkan suatu jenis
hasil karya sastra sejarah. Begitu pula dengan Naskah Babad Serat Babad Kadhiri. Naskah Babad
mempunyai dua fungsi yaitu dilihat dari kacamata sastra, naskah babad dapat
dimanfaatkan sebagai bacaan hiburan karena dalam penulisannya menggunankan
susunan dan tatanan bahasa yang indah dan imajinasi pengarang yang mengalir
indah. Disisi lain, naskah babad juga berfungsi sebagai karya sejarah yang
dapat dijadikan sumber informasi dan edukasi.
Serat Babad Kadhiri, naskah Babad yang
ditulis oleh Mas Ngabehi Purbawijaya ini juga memiliki keunikan dalam
penyusunannya. Pasalnya, tidak seperti naskah Babad lainnya yang menggunakan
sumber tertulis dan sumber lisan yang berasal dari manusia, namun Serat Babad Kadhiri menggunakan jin
sebagai sumber lisan. Jin menyusup pada tubuh manusia dan ditanya mengenai
peristiwa – peristiwa yang terjadi di Kediri mulai masa kejayaan Jayabaya
hingga era kolonial. Hal juga marak terjadi di era modern saat ini. Acara – acara
televise yang mengungkap rahasia sejarah namun Ironisnya menggunakan jin
sebagai sumber lisan.
Berawal
dari inisiatif Raden Mas Ngabehi Purbawijaya, Jaksa Tinggi Kediri yang pertama
pada 1822, saat itu Kediri baru saja tergabung dalam Gupremen (provinsi). Gubernur
menanyakan mengenai Babad Kediri pada Mas Ngabehi Purbawijaya. Guna memenuhi
tugas dari sang Gubernur, Mas Ngabehi Purbawijaya memanggil Ki Dermakandha,
seorang dalang yang sudah sangat tua tetapi masih fasih berbicara dan
ingatannya masih tajam. Ki Dermakandha dianggap mengetahui sejarah – sejarah
Kediri mengingat profesi beliau adalah pencerita.
Faktanya,
Ki Dermakandha hanya mengetahui kisah Kediri ketika masa kepemimpinan panji dan
penerusnya. Namun, ia memiliki seorang teman yang sekiranya mampu membantu
permasalahan Mas Ngabehi, Kyai Butalocaya namanya. Kyai Butalocaya adalah jin
penguasa Kediri, dari gunung Kelut, Wilis dan bermarkas di Gunung Klothok.
Singkatnya, dengan perantara tubuh Ki Sondong, rekan Ki Dharmakanda, sang jin
mulai mengulas sejarah Kediri. Mulai dari awal mula Kediri dibawah kepemimpinan
Jayabaya.
Hal
yang menarik disini adalah bagaimana sang Jin begitu dipercaya dalam penulisan
Babad ini. Padahal dalam Serat Babad
Kadhiri yang sumbernya berasal dari jin, sangat berbeda dengan informasi
sejarah yang berkembang pada era modern ini. Misalnya, Jin Butalocaya mengaku
awalnya adalah seorang manusia bernama Daha. Ialah orang pertama yang membabat
Kediri hingga ia didatangi oleh Hyang Wisnu (dewa tertinggi pada kepercayaan Hindu)
dan menceritakan padanya bahwa ia akan segera menjelma sebagai manusia. Daerah
yang dibabat oleh ki Daha (Butolocaya) semakin ramai hingga akhirnya lahirlah
seorang raja, yaitu Jayabaya yang merupakan perwujudan dari Wisnu dan
memerintah di daerah ini. Karena jasa ki Daha, tempat dimana Jayabaya
memerintah dinamakan Dahapura.
Dalam
Serat Babad Kadhiri, Butalocaya
menyebut Jayabaya sebagai Haji Jayabaya, perwujudan Bathara Wisnu. Hal ini
tentunya tidak masuk akal mengingat penyebutan “Haji” hanya digunakan pada
orang penganut Islam, sementara Jayabaya dianggap sebagai perwujudan Wisnu,
dewa Trimurti pada kepercayaan Hindu. Hal yang perlu dikritisi lainnya ialah,
penyebutan Dhaha untuk pertamakalinya pada masa kepemimpinan Jayabaya, padahal
nama Dhaha sudah ada sejak kepemimpinan Airlangga ketika membagi kerajaan
Kahuripan. Proses pembagian kerajaan itu menjadikan Kahuripan menjadi Dua. Di
Kahuripan bagian Utara berdiri kerajaan Jenggala yang dipimpin Lembu Amiluhung
yang bergelar Sri Jayantaka, sedangkan di bagian Selatan berdiri Kerajaan Dhaha
(Kediri) yang dipimpin Lembu Amisena yang bergelar Sri JayaWarsa. Peristiwa
pembelahan ini dicatat oleh Mpu Prapanca dalam kitabnya Negarakertagama. Alasan
pembagian kerajaan dilukiskan Oleh Mpu Prapanca sebagai “Demikian lah sejarah
Jawa menurut tutur yang dipercaya. Kisah JenggalaNata di Kahuripan dan Sri Nata
Kahuripan di Dhaha (Kediri). Waktu bumi Jawa di belah karena cintanya pada
kedua putranya.
Jin
Butalocaya seakan mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada Kediri. Mulai
dari perubahan nama Dahapura ke Kediri, kisah-kisah kecantikan putri Kediri dan
kisah – kisah Jayabaya tentunya. Namun, Babad ini hanya menceritakan kisah
kejayaan dan dinamika pemimpin – pemimpin atau prabu – prabu Kediri dan tidak ada
kisah mengenai kehidupan sosial masyarakat didalamnya. Kisah – kisah yang
diceritakan juga terputus – putus sehingga terkesan tidak kronologis dan tidak
berfokus pada satu kisah saja, yaitu Kediri.
Hal
ini membuktikan bahwa, pada masa ini masyarakat Kediri masih sangat mempercayai
hal – hal bersifat mistis. Karya ini terkesan menjadi penguat kekuasaan
penguasa Kediri yang pernah ada dan member kesan bahwa penguasa Kediri dahulu
sangatlah kuat. Namun, dibalik itu semua ada poin – poin penting lainnya,
yaitu:
1.
Religiusitas
à Dalam babad ini, banyak dijumpai tokoh
– tokoh yang melakukan pemujaan pada dewa – dewa, sehingga pada masa ini ajaran
Hindu sangat kuat dan mendominasi di Kediri.
2.
Semangat
Bela Negara à disebutkan bahwa Kediri memenangkan
pertempuran melawan pasukan prabu Klanasewandana padahal jumlah pasukan Kediri
sangat sedikit. Pengorbanan dan semangat membela Kediri-lah yang menjadikan
titik keberanian para prajurit Kediri untuk mempertahankan negeri mereka.
3.
Menjaga
Lingkungan Hidupà Disebutkan bahwa prabu Jayabaya,
memerintahkan untuk menjaga pepohonan yang besar – besar, tidak boleh
memanfaatkan hasilnya secara berlebihan karena akan menimbulkan musibah
4.
Politik
à Dalam babad ini, banyak sekali
disebutkan mengenai perang – perang yang melibatkan berbagai kerajaan untuk
melawan Kediri. Permasalahn yang timbul mulai dari memperebutkan putri cantik
dari Kediri, Perebutan wilayah kekuasaan hingga konflik saudara.
5.
Sikap
tunduk pada penguasa yang dicerminkan oleh Mas Ngabehi Purbacaraka yang sangat
patuh pada perintah Gupermen dan seakan ingin membuktikan loyalitas tingginya
pada sang Gupermen.
Selamat menempuh bahtera hidup baru mbak retno kiwir-kiwir, dan sukses selalu dalam berkarya
BalasHapus