"Kediriku belum mati, Meneer"
Berawal dari kisah keluarga, salah satu Pakdheku (lahir tahun 1930-an, kakak tertua Bapak) gugur karena menghadang pasukan Sekutu untuk menduduki wilayah Bandar Lor. Beliau gugur karena ditembak tepat pada kepala. Barangkali kisah Pakdheku adalah salah satu kisah pilu diantara kisah-kisah lain yang kini hanya tersisa debu. Terbang dan terbuang.
Kota Kediri adalah salah satu kota yang diduduki oleh pasukan Sekutu saat aksi agresi militer guna menggagalkan kemerdekaan dan keutuhan Republik ini, dan menempatkan kembali Indonesia sebagai bawahan kerajaan Belanda. Ratusan ribu pasukan Belanda langsung dikerahkan.
Agresi Militer pertama berlangsung pada 21 Juli hingga 5 Agustus 1947. Beragam diplomasi ditempuh para pemimpin negeri ini, namun hasilnya tetap saja diingkari oleh Belanda. Agresi ini berlanjut pada 19 Desember 1948 sampai 5 Januari 1949 (aksi kedua). Pada gambar dibawah, nampak upaya yang dilakukan oleh pasukan musuh untuk mengusir penduduk dari tempat tinggalnya.
Di kota Kediri, jembatan lama menjadi saksi perjuangan berdarah para pejuang. Ratusan pejuang ditangkap, entah dibawa kemana (nampak pada gambar, ratusan lelaki digiring oleh pasukan Belanda menyeberangi jembatan lama). Tak peduli moncong senjata api mengintai, mereka tetap melawan. Karena keutuhan negeri ini adalah harga mati.
Gambar diatas menjelaskan dengan sangat jelas bahwa pasukan Belanda menangkap setiap tokoh pribumi yang melakukan perlawanan. Jembatan lama kota Kediri masih memiliki kenampakan yang sama dengan pemandangan masa kolonial.
Ratusan bahkan ribuan lelaki digiring oleh pasukan Belanda
Sekalipun "mati" adalah resiko dalam sebuah perjuangan melawan penjajah, para pejuang kita tidak gentar sedikitpun. Foto diatas menunjukkan bahwa para pejuang tidak takut terhadap kecanggihan teknologi musuh dan juga segala bentuk ancaman.
Kota Kediri sekarang nampak berwarna. Semua masyarakat dapat merasakan segala bentuk fasilitas kota secara merdeka. Pohon "kedung" yang menjadi saksi perjuangan para pendahulu masih berdiri kokoh hingga sekarang sekalipun berkali-kali ditebang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tambahkan komentar